Showing posts with label amerika serikat. Show all posts
Showing posts with label amerika serikat. Show all posts

Sunday, February 14, 2016

Fenomena Kejatuhan Harga Minyak, Menyingkap Harga Pokok BBM



Sepanjang tahun 2015 hingga saat ini, harga minyak mentah terus menurun. Pada bulan Januari 2016, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) ditutup di level US$31,41 per barel, turun US$1,75, atau 5,28 persen dibanding bulan sebelumnya. Minyak jenis Brent jatuh sebesar US$1,99 menjadi US$31,56 per barel, ini adalah level terendah sejak April 2004. Kejatuhan harga minyak hingga titik paling nadir saat ini, dipicu oleh lambatnya permintaan energi dari China, serta pasokan minyak Arab Saudi dan Iran yang terus bertambah. Harga minyak dunia pun semakin tertekan. Perang dunia berbasis minyak bumi tak terelakan. 
Jatuhnya harga minyak mentah ke level terendah merupakan yang pertama kali terjadi sejak krisis keuangan global. Goldman Sachs memperkirakan harga minyak dalam beberapa bulan kedepan juga masih tetap rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Harga minyak berada di bawah tekanan karena melimpahnya pasokan minyak global yang jumlahnya terus meningkat. Pasar minyak mentah dunia belakangan ini sangat tidak seimbang. Di satu sisi permintaan minyak melambat terutama di China, di sisi lain produsen minyak terbesar dunia tanpa henti memompa demi memperjuangkan pangsa pasar. Negara-negara anggota OPEC, yang merupakan pemain terbesar di pasar minyak dunia, menolak untuk memangkas produksi. Penguasa minyak dunia yang dipimpin oleh Arab Saudi seolah mencoba untuk memeras produsen minyak di Amerika Serikat dan di tempat lain dengan membuat ongkos produksi yang lebih tinggi. Sebuah persaingan baru telah muncul dalam OPEC, Iran bersiap untuk kembali ke papan atas produsen minyak global.
Fenomena ini telah memakan korban produsen minyak Amerika, di mana sebagian besar dari mereka kini terjerat utang besar. Industri minyak AS telah merumahkan lebih dari 100 ribu pekerjanya. Pada tahun 2016 ini, AS diperkirakan akan menurunkan pasokan minyak agar pasar kembali ke titik keseimbangan (ekuilibrium). Namun Badan Energi Internasional, yang memonitor tren pasar bagi negara-negara terkaya di dunia, justru memperkirakan kelebihan pasokan minyak global tetap akan bertahan sepanjang tahun 2016 ini.

Thursday, January 21, 2016

Repotnya Mengurus Freeport

Freeport. Nama perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini terus mencuat menjadi pembahasan di banyak media massa. Mulai dari rencana penawaran sahamnya ke pemerintah Indonesia, berita tentang harga sahamnya yang terjun bebas di bursa New York, hingga liputan media Internasional tentang “kesialan” PT.Freeport akibat membeli perusahaan minyak terbesar keempat di California, Plains Company dengan harga yang cukup fantastis, sekitar Rp.200 triliun atau USD 16,3 miliar ditahun 2013, namun kenyataannya sejak 2013 hingga sekarang, harga minyak dunia anjlok drastis hingga mencapai titik paling nadir USD 30/Barrel.

Menunggu kematian Freeport. Tema ini kemudian menjadi perbincangan hangat oleh banyak pengamat. Kondisi keuangan Freeport dilaporkan sangat mengecewakan belakangan ini. Labanya terus memburuk. Pada 2014 tinggal USD 482. Tahun 2015 dinyatakan rugi besar USD 1,8 miliar, atau sekitar Rp 20 triliun. Raksasa tambang yang begitu perkasa di era 1900an ini sedang terkulai, tentu lebih berat mengangkatnya dibanding memapah keledai atau kucing.

Ditengah kecamuk yang terus terjadi, berbagai spekulasi dan penetrasi bisnis terus dilakukan oleh Freeport, salah satunya adalah penawaran saham Freeport kepada pemerintah Indonesia, atau desakan percepatan perpanjangan kontrak Freeport yang sebenarnya hanya boleh dilakukan di tahun 2019 (2 tahun sebelum kontrak berakhir ditahun 2021). Freeport sepertinya ingin mencari sebotol infus untuk memperpanjang nafasnya, atau sebutir obat analgesik untuk sekedar mengatasi gejala-gejala penyakitnya. Semua itu tergantung kerelaan hati pemerintah Indonesia apakah mau membeli sahamnya dan memperpanjang kontraknya.