Persoalan reklamasi menjadi isu menarik
dalam perbincangan publik di berbagai media. Lingkar Madani Indonesia (LIMA)
menyebutkan bahwa reklamasi adalah isu prioritas kedua yang akan berkembang
dalam pertarungan politik Pikada DKI Jakarta 2017.
Dampak reklamasi bagi rakyat
Jakarta di masa depan sudah bisa perkirakan sejak saat ini. Beberapa ahli sudah
menyebutkan dampak positif reklamasi. Terciptanya lahan baru yang memungkinkan
munculnya ruang terbuka hijau, tumbuhnya aktifitas ekonomi yang berpotensi
meningkatkan pendapatan daerah yang berujung pada tumbuhnya perekonomian
nasional dan menciptakan lapangan kerja, adalah beberapa dampak positif yang
didengung-dengungkan. Hanya saja, berbagai benefit tersebut diperoleh dengan
mengorbankan rakyat kecil khususnya para nelayan, serta meniadakan harapan
warga Ibukota akan Jakarta yang bebas banjir, akibat derasnya penurunan tanah
permukaan yang disebabkan perubahan bentang alam dan kontur tanah akibat
reklamasi.
Widodo (2005),
mengungkapkan bahwa salah satu dampak negatif dari reklamasi adalah
meningkatnya tekanan terhadap keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam. Begitu
pula dengan Suryadewi et al. (1998), yang menyatakan bahwa reklamasi akan
memusnahkan ekosistem alami yang terkena dampak reklamasi. Musnahnya ekosistem
alami akan berpengaruh pada produksi perikanan nelayan.
Berbagai dampak buruk yang dapat timbul dari proyek
reklamasi adalah meningkatnya banjir di Jakarta, gangguan operasional proyek
objek vital nasional dan pelayanan publik (infrastruktur jaringan kabel dan
pipa bawah laut serta pembangkit listrik yang ada). Reklamasi juga menyebabkan
kerusakan dan pencemaran ekosistem laut dengan kondisi perairan yang tidak
optimum akibat pengaruh perendaman di hilir, sedimentasi dan penurunan kualitas
air termasuk juga potensi pencemaran ke arah perairan Kepulauan Seribu.
Dilihat dari aspek oceanografi, ada
13 aliran sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Ketika ada pulau
hasil reklamasi, maka kecepatan arus aliran sungai akan menurun. Potensi
terjadinya banjir akan meningkat. Ini tidak sesuai dengan apa yang diungkapkan
pemerintah bahwa reklamasi untuk mengurangi banjir. Justru banjir diprediksi
akan bertambah parah akibat reklamasi.
Pulau-pulau yang di reklamasi merupakan
wilayah tangkapan, belum ada alternatif untuk nelayan yang menangkap ikan di
sekitarnya. Nelayan korban reklamasi tentu lebih membutuhkan laut, namun proyek
reklamasi menutup akses nelayan untuk melaut. Disisi lain, rumah susun yang
disediakan pemerintah untuk nelayan, jauh dari lokasi penangkapan ikan. Nelayan
digusur tanpa dipenuhi hak-haknya.
Begitu besarnya dampak negatif
reklamasi terhadap warga Ibukota, membuat isu reklamasi menjadi beban politik
bagi para calon gubernur dan wakil gubernur yang bertarung di Pilkada DKI
Jakarta. Bila isu penistaan agama hanya akan menggerus elektabilitas cagub
petahana, maka isu reklamasi ini dapat berpengaruh signifikan terhadap naik
turunnya suara pemilih terhadap tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur
DKI Jakarta.
Minimal ada 125.000 suara pemilih
yang menunggu sikap para cagub-cawagub terhadap kelanjutan proyek reklamasi
ini. Mereka adalah 25.000 nelayan tradisional dan 100.000 keluarganya (Walhi,
2006) yang dari generasi ke generasi menggantungkan hidup pada sumber daya alam
di wilayah pesisir Teluk Jakarta.
Bila dikapitalisasi, urusan
reklamasi ini juga bisa berdampak luas terhadap preferensi pemilih di Ibukota,
bukan sebatas besaran suara nelayan dan keluarganya saja yang berjumlah 125.000
itu. Mengingat opini publik telah terbentuk bahwa proyek reklamasi hanya akan
menguntungkan non-pribumi Cina yang berambisi menguasai Ibukota, dimana kawasan
yang direklamasi akan dibangun seperti China Town sebagaimana yang terjadi di
Australia, Amerika Serikat atau bahkan Singapore. Ketiga Negara tersebut juga
sudah merasakan resah atas penetrasi dan migrasi warga Cina ke berbagai Negara.
Ditambah beredarnya broadcast bahwa tanah hasil reklamasi akan menjadi
pelabuhan bagi masuknya orang-orang asing ke Ibukota yang dalam 5 tahun kedepan
jumlahnya akan sangat dominan di Jakarta, semakin menguatkan opini warga
Jakarta akan bahaya reklamasi.
Dari 3 cagub-cawagub yang
bertarung di Pilkada DKI Jakarta ini, pasangan Anies-Sandi lebih diuntungkan
dalam isu reklamasi ini, karena tidak memiliki beban sejarah seperti yang
terjadi dalam pasangan Agus-Silvy, dan tidak ada beban politik sebagaimana yang
dimiliki pasangan Ahok-Djarot. Beban sejarah Agus Harimurti ada pada Bapaknya,
Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan promotor untuk reklamasi Teluk Benoa di
Provinsi Bali, yang meliputi kawasan seluas 700 hektar di Kabupaten Badung dan
Kota Denpasar. Sedangkan Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang menerbitkan izin
perpanjangan persetujuan prinsip reklamasi untuk pula G, F, I dan K.
Itulah mengapa hanya pasangan
Anies-Sandi yang secara tegas menyatakan akan menghentikan proyek reklamasi.
Dalam berita di media kompas online hari selasa, 22/11/2016, serta media CNN
Indonesia hari kamis, 10/11/2016, Sandiaga Uno secara lugas mengungkapkan 3
point penting, yaitu proyek reklamasi dihentikan, dicari win-win solution dan
tidak boleh takut dengan pengembang. Berbeda dengan sikap Agus Harimurti di
media yang sama (CNN Indonesia Online) pada hari Jumat, 11/11/2016 yang tidak
menyatakan secara tegas menolak proyek reklamasi, tapi melihat dulu secara
komprehensif dan mencari solusi terbaik.
Signifikan atau tidaknya isu
reklamasi ini terhadap peta suara politik dan elektabilitas calon gubernur dan
wakil gubernur DKI Jakarta, akan sangat tergantung pada strategi pasangan calon
dalam mengkapitalisasi isu ini, dalam bentuk argumentasi yang rasional dan
mudah dipahami. Apalagi mengingat dampak reklamasi ini bukan hanya terhadap
para nelayan disekitar Teluk Jakarta, namun juga berdampak terhadap warga
Jakarta secara keseluruhan yang sebagian dari mereka adalah floating mass, atau
mereka yang terbiasa golput, atau mereka yang belum menentukan pilihan. Dengan
menyadarkan mereka bahwa kali ini, Pilkada DKI Jakarta 2017 akan benar-benar
menentukan nasib warga dan kota Jakarta dalam 5 tahun yang akan datang. #
No comments:
Post a Comment