Wednesday, December 07, 2016

Dampak Isu Reklamasi dalam Peta Politik Pilkada DKI Jakarta

Persoalan reklamasi menjadi isu menarik dalam perbincangan publik di berbagai media. Lingkar Madani Indonesia (LIMA) menyebutkan bahwa reklamasi adalah isu prioritas kedua yang akan berkembang dalam pertarungan politik Pikada DKI Jakarta 2017.

Dampak reklamasi bagi rakyat Jakarta di masa depan sudah bisa perkirakan sejak saat ini. Beberapa ahli sudah menyebutkan dampak positif reklamasi. Terciptanya lahan baru yang memungkinkan munculnya ruang terbuka hijau, tumbuhnya aktifitas ekonomi yang berpotensi meningkatkan pendapatan daerah yang berujung pada tumbuhnya perekonomian nasional dan menciptakan lapangan kerja, adalah beberapa dampak positif yang didengung-dengungkan. Hanya saja, berbagai benefit tersebut diperoleh dengan mengorbankan rakyat kecil khususnya para nelayan, serta meniadakan harapan warga Ibukota akan Jakarta yang bebas banjir, akibat derasnya penurunan tanah permukaan yang disebabkan perubahan bentang alam dan kontur tanah akibat reklamasi.

Widodo (2005), mengungkapkan bahwa salah satu dampak negatif dari reklamasi adalah meningkatnya tekanan terhadap keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam. Begitu pula dengan Suryadewi et al. (1998), yang menyatakan bahwa reklamasi akan memusnahkan ekosistem alami yang terkena dampak reklamasi. Musnahnya ekosistem alami akan berpengaruh pada produksi perikanan nelayan.

Berbagai dampak buruk yang dapat timbul dari proyek reklamasi adalah meningkatnya banjir di Jakarta, gangguan operasional proyek objek vital nasional dan pelayanan publik (infrastruktur jaringan kabel dan pipa bawah laut serta pembangkit listrik yang ada). Reklamasi juga menyebabkan kerusakan dan pencemaran ekosistem laut dengan kondisi perairan yang tidak optimum akibat pengaruh perendaman di hilir, sedimentasi dan penurunan kualitas air termasuk juga potensi pencemaran ke arah perairan Kepulauan Seribu.

Dilihat dari aspek oceanografi, ada 13 aliran sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Ketika ada pulau hasil reklamasi, maka kecepatan arus aliran sungai akan menurun. Potensi terjadinya banjir akan meningkat. Ini tidak sesuai dengan apa yang diungkapkan pemerintah bahwa reklamasi untuk mengurangi banjir. Justru banjir diprediksi akan bertambah parah akibat reklamasi.

Pulau-pulau yang di reklamasi merupakan wilayah tangkapan, belum ada alternatif untuk nelayan yang menangkap ikan di sekitarnya. Nelayan korban reklamasi tentu lebih membutuhkan laut, namun proyek reklamasi menutup akses nelayan untuk melaut. Disisi lain, rumah susun yang disediakan pemerintah untuk nelayan, jauh dari lokasi penangkapan ikan. Nelayan digusur tanpa dipenuhi hak-haknya.

Begitu besarnya dampak negatif reklamasi terhadap warga Ibukota, membuat isu reklamasi menjadi beban politik bagi para calon gubernur dan wakil gubernur yang bertarung di Pilkada DKI Jakarta. Bila isu penistaan agama hanya akan menggerus elektabilitas cagub petahana, maka isu reklamasi ini dapat berpengaruh signifikan terhadap naik turunnya suara pemilih terhadap tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Minimal ada 125.000 suara pemilih yang menunggu sikap para cagub-cawagub terhadap kelanjutan proyek reklamasi ini. Mereka adalah 25.000 nelayan tradisional dan 100.000 keluarganya (Walhi, 2006) yang dari generasi ke generasi menggantungkan hidup pada sumber daya alam di wilayah pesisir Teluk Jakarta.

Bila dikapitalisasi, urusan reklamasi ini juga bisa berdampak luas terhadap preferensi pemilih di Ibukota, bukan sebatas besaran suara nelayan dan keluarganya saja yang berjumlah 125.000 itu. Mengingat opini publik telah terbentuk bahwa proyek reklamasi hanya akan menguntungkan non-pribumi Cina yang berambisi menguasai Ibukota, dimana kawasan yang direklamasi akan dibangun seperti China Town sebagaimana yang terjadi di Australia, Amerika Serikat atau bahkan Singapore. Ketiga Negara tersebut juga sudah merasakan resah atas penetrasi dan migrasi warga Cina ke berbagai Negara. Ditambah beredarnya broadcast bahwa tanah hasil reklamasi akan menjadi pelabuhan bagi masuknya orang-orang asing ke Ibukota yang dalam 5 tahun kedepan jumlahnya akan sangat dominan di Jakarta, semakin menguatkan opini warga Jakarta akan bahaya reklamasi.

Dari 3 cagub-cawagub yang bertarung di Pilkada DKI Jakarta ini, pasangan Anies-Sandi lebih diuntungkan dalam isu reklamasi ini, karena tidak memiliki beban sejarah seperti yang terjadi dalam pasangan Agus-Silvy, dan tidak ada beban politik sebagaimana yang dimiliki pasangan Ahok-Djarot. Beban sejarah Agus Harimurti ada pada Bapaknya, Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan promotor untuk reklamasi Teluk Benoa di Provinsi Bali, yang meliputi kawasan seluas 700 hektar di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Sedangkan Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang menerbitkan izin perpanjangan persetujuan prinsip reklamasi untuk pula G, F, I dan K.

Itulah mengapa hanya pasangan Anies-Sandi yang secara tegas menyatakan akan menghentikan proyek reklamasi. Dalam berita di media kompas online hari selasa, 22/11/2016, serta media CNN Indonesia hari kamis, 10/11/2016, Sandiaga Uno secara lugas mengungkapkan 3 point penting, yaitu proyek reklamasi dihentikan, dicari win-win solution dan tidak boleh takut dengan pengembang. Berbeda dengan sikap Agus Harimurti di media yang sama (CNN Indonesia Online) pada hari Jumat, 11/11/2016 yang tidak menyatakan secara tegas menolak proyek reklamasi, tapi melihat dulu secara komprehensif dan mencari solusi terbaik.

Signifikan atau tidaknya isu reklamasi ini terhadap peta suara politik dan elektabilitas calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, akan sangat tergantung pada strategi pasangan calon dalam mengkapitalisasi isu ini, dalam bentuk argumentasi yang rasional dan mudah dipahami. Apalagi mengingat dampak reklamasi ini bukan hanya terhadap para nelayan disekitar Teluk Jakarta, namun juga berdampak terhadap warga Jakarta secara keseluruhan yang sebagian dari mereka adalah floating mass, atau mereka yang terbiasa golput, atau mereka yang belum menentukan pilihan. Dengan menyadarkan mereka bahwa kali ini, Pilkada DKI Jakarta 2017 akan benar-benar menentukan nasib warga dan kota Jakarta dalam 5 tahun yang akan datang. #

No comments: