Thursday, December 03, 2015

Sengketa Lahan, Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Kedaulatan Pangan

Sengketa Lahan, masalah ini boleh jadi tak akan ada habisnya hingga berakhirnya kehidupan dunia dan bumi ini. Persengketaan tak hanya terjadi antar individu (dari masalah warisan, surat legal formal, batasan luas area tanah, dan lain sebagainya), namun juga terjadi antar individu dengan Negara (kasus-kasus penggusuran warga yang seringkali menuai pro-kontra hingga berujung pada konflik yang memakan korban dan nyawa manusia). Yang juga menarik sekarang ini, sengketa lahan antar lembaga Negara, atau juga antar berbagai kepentingan publik yang hampir sama manfaatnya namun prioritas penggunaannya yang menentukan kemana arah kebijakan pengelolaan tanah dan lahan. Misalnya, mana yang lebih prioritas antara pembangunan infrastruktur jalan dengan menjaga kelestarian hutan, menambang batubara, membangun perumahan, pembangkit listrik, pengeboran minyak, dan lahan pertanian. Semuanya tentu memiliki kepentingan masing-masing, benefit dan cost yang berbeda, dampak eksternalitas yang positif dan negatif. Prioritas yang terakhir disebut, yaitu lahan pertanian, menjadi isu penting dalam beberapa hari belakangan ini, mengingat begitu derasnya alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian. Dimana sepanjang 10 tahun terakhir terjadi alih fungsi lahan seluas 40 ribu hektare per tahun.

Alih fungsi tanah pertanian menjadi non-pertanian dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, antara lain: (a) menurunnya produksi pangan yang menyebabkan terancamnya kedaulatan pangan, (b) hilangnya mata pencaharian petani dan dapat menimbulkan pengangguran, dan (c) hilangnya investasi infrastruktur pertanian (irigasi) yang menelan biaya sangat tinggi.

Berdasarkan UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) pasal 3 yang berbunyi,”PLP2B diselenggarakan dengan tujuan: a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani; e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat; f. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; h. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan i. mewujudkan revitalisasi pertanian”.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman dalam acara panen raya padi di persawahan irigasi Lembor, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (17/11/2015), berjanji akan mengurangi upaya alih fungsi lahan dari areal persawahan ke non pertanian. Upaya penekanan untuk mengurangi alih fungsi lahan tersebut, jelas Amran, berbasis pada analisis dan kajian intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.

Direktur Perluasan dan Pengolahan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Prasetyo Nuchsin, Senin (16/11/2015) mengatakan soal alih fungsi lahan, tidak ada satu pun orang daerah yang mau terbuka soal data, jadi hanya berdasarkan luas tanam dan lahan yang diaudit, itu sifatnya perkiraan. Daerah berkepentingan secara politis untuk menunjukkan kinerjanya, termasuk di bidang pangan. Akibatnya, data soal penurunan luas lahan pertanian tidak terbuka. Namun secara nasional, disebutkan terjadi alih fungsi lahan seluas 40 ribu hektare per tahun sejak 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1998-2002, tingginya laju alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian ada di angka 110 ribu hektare per tahun. 

Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 tentang  PLP2B dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah diantaranya : (a) PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (b) PP No 12/2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (c) PP No. 25/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan (d) PP No. 30/2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan PertanianPangan Berkelanjutan. Selain itu diterbitkan pula Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Hingga Nopember 2013 dokumen RTRW Kabupaten/kota yang telah disahkan menjadi Perda mencapai 310 Kab/Kota (63,14%) yang belum 181 Kab/ Kota (36,86%) dan 107 Kab/ Kota diantaranya telah menetapkan luas LP2B di dalam Perda Tata Ruangnya. Luasan lahan LP2B yang sudah ditetap dalam RTRW seluas 3.089.872 ha, sedangkan luas lahan sawah hasil audit Kementerian Pertanian seluas 8.132.642 ha.

Regulasi-regulasi tersebut dalam implementasinya belum efektif sebagaimana terlihat dari alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi dan semakin tidak terkendali. Insentif ekonomi yang tertuang dalam PP tersebut masih dalam tataran normatif, sehingga relatif sulit untuk diimplementasikan di lapangan. Belum adanya kejelasan bentuk insentif ekonomi yang operasional serta lemahnya aspek kelembagaan pendukungnya, disinyalir telah menghambat implementasi Undang-Undang PLP2B. Solusi yang bisa dilaksanakan adalah dengan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian berbasis partisipasi masyarakat terdiri instrumen hukum, instrumen ekonomi, zonasi dan inisiatif masyarakat. Disinilah peran pemerintah perlu diperkuat untuk mengoptimalkan lahan-lahan potensial dan produktif yang dimiliki oleh negara untuk dimanfaatkan petani guna mencapai kedaulatan pangan. #

No comments: