Sunday, December 21, 2014

ULAH AHOK PEKAN INI, MELEGALKAN PRODUKSI MINUMAN KERAS


Sepanjang awal Desember 2014 ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berulah lagi. Kali ini Ahok mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dengan menyebutkan bahwa maraknya minuman keras (miras) oplosan yang beredar di masyarakat merupakan akibat dari pelarangan produksi. Menurut Ahok sebagaimana diberitakan di kompas.com, pelarangan produksi miras membuat banyak masyarakat yang nekat untuk mengoplos sendiri tanpa takaran yang sesuai, dan akhirnya menyebabkan kematian bagi orang yang mengkonsumsinya.

Wacana melegalisasi produksi miras ini dilontarkan Ahok menanggapi tewasnya 16 orang usai menenggak minuman keras oplosan di Garut, Jawa Barat. Bahkan para korban yang tewas dan kritis akibat miras oplosan ini adalah anak-anak remaja yang berusia dari 15 sampai 22 tahun. Tepat dihari Jumat, 5 Desember 2014, di Balaikota Jakarta, Ahok mengatakan bahwa, “Justru yang kita khawatir itu produksi alkohol yang tidak berizin. Siapa yang oplos, jual ke mana. Kalau dibebasin (produksi dengan izin) justru bisa ditegasin. Tidak boleh ada yang sembunyi-sembunyi.” (Baca : Ahok Nilai Miras Oplosan Beredar Karena Adanya Pelarangan).

Pernyataan kontroversial Ahok ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana menentang keras rencana melegalisasi penjualan miras di DKI Jakarta. Alasannya, dengan diperbolehkannya penjualan miras berarti  semua bisa dengan mudah membeli miras termasuk anak-anak di bawah umur. Sebagaimana dikutip di Republika Online (ROL), Politisi yang akrab dipanggil Bang Sani ini mengatakan peredaran minuman keras seperti saat ini saja sudah melanggar hukum‎.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 tahun 2013 miras masuk kategori barang dalam pengawasan pemerintah. Pengawasan untuk pengadaan, peredaran dan penjualannya ada di pasal 3 ayat 3. Minuman dengan kadar alkohol berapa pun hingga maksimal 55 persen di Perpres tersebut hanya boleh dijual di hotel, bar, dan resto dengan persyaratan tertentu. Jadi, karena pengaturannya ada di Perpres, maka Gubernur tidak boleh merubahnya. Kalau miras itu legal dijual di Jakarta, berarti Perpes nomor 74 tahun 2013 telah dilanggar Ahok. Pasalnya, dengan melegalkannya, miras bisa ditemui di mini market yang dekat dengan sekolah dan rumah ibadah.

Anggota DPD DKI Jakarta Fahira Idris juga menentang pernyataan Ahok. Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) ini bahkan mengatakan, “Kalau memang Pak Ahok mau realisasikan rencananya itu di Jakarta, kita akan lawan.” Kejadian di Garut dan Sumedang itu miras oplosannya diproduksi secara massal. Jadi mereka yang meminum itu bukan mereka yang mengoplosnya. Bila pemerintah melakukan pengawasan yang ketat sesuai perintah Perpres, masyarakat pasti tidak berani mengoplos miras. Ini tentu karena penegakan hukum yang tidak beres.

Bila kita lihat dan searching di google, tingkat kriminalitas karena miras resmi (bukan oplosan) termasuk yang paling tinggi. Perusakan akibat miras resmi dan oplosan tidak jauh berbeda, kalau minum miras oplosan langsung mati, kalau minum miras resmi akan berpeluang menimbulkan kejahatan lainnya (pemerkosaan, perampokan dan lain-lain yang terjadi akibat kesadaran menurun seteleh minum miras). Maka itu, sebenarnya melegalisasi miras sebagaimana pernyataan Ahok justru akan menyuburkan tingkat kejahatan.

Pernyataan Ahok yang kontroversial ini bukan yang pertama kalinya telah menimbulkan keresahan ditengah masyarakat. Setidaknya sudah 3 kali Ahok membuat wacana yang menimbulkan konflik khususnya dengan umat Islam, yaitu :
1. Pelarangan berdagang hewan qurban ditepi jalan. (Baca : Ahok Larang Jual Hewan Qurban)
2. Penghapusan aturan pengenaan seragam Muslim yang selama ini selalu dikenakan siswa sekolah dasar dan menengah setiap hari Jumat.(Baca : Ahok, Bawahan dan Seragam Muslim)
3. Mengajukan pembubaran Ormas Front Pembela Islam (FPI). (Baca : Ingin Bubarkan FPI, Ahok Surati Mendagri dan Menhukham).

Kalau dikumpulkan semua ulah Ahok selama menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta terus jadi Gubernur DKI Jakarta, setidaknya ini adalah ulah Ahok yang keempat. Ini belum termasuk kebijakan kontroversinya menaikan NJOP hampir 140%, masalah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan rencananya menghapus dana operasional RT dan RW. Sepertinya Ahok sedang bermain taste the water, yaitu melempar batu kedalam danau, lalu melihat apakah riak-riak air di danau tersebut akan besar akibat dilempar batu. Jadi, bila dia mewacanakan sebuah isu lalu tidak ada reaksi dari masyarakat khususnya kaum muslimin, maka dia akan teruskan. Tapi kalau dia wacanakan isu tapi ada reaksi keras dari masyarakat, dia tinggal minta maaf atau menyatakan “media salah kutip.” Gampang kan jadi Gubernur….#

No comments: