Sepanjang awal Desember 2014 ini, Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berulah lagi. Kali ini Ahok
mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dengan menyebutkan bahwa maraknya
minuman keras (miras) oplosan yang beredar di masyarakat merupakan akibat dari
pelarangan produksi. Menurut Ahok sebagaimana diberitakan di kompas.com,
pelarangan produksi miras membuat banyak masyarakat yang nekat untuk mengoplos
sendiri tanpa takaran yang sesuai, dan akhirnya menyebabkan kematian bagi orang
yang mengkonsumsinya.
Wacana melegalisasi produksi miras ini dilontarkan
Ahok menanggapi tewasnya 16 orang usai menenggak minuman keras oplosan di
Garut, Jawa Barat. Bahkan para korban yang tewas dan kritis akibat miras oplosan
ini adalah anak-anak remaja yang berusia dari 15 sampai 22 tahun. Tepat dihari
Jumat, 5 Desember 2014, di Balaikota Jakarta, Ahok mengatakan bahwa, “Justru yang kita khawatir itu produksi alkohol yang tidak berizin. Siapa yang oplos, jual ke mana. Kalau dibebasin (produksi dengan izin) justru bisa ditegasin. Tidak boleh ada yang sembunyi-sembunyi.” (Baca : Ahok Nilai Miras Oplosan Beredar Karena Adanya Pelarangan).
Pernyataan kontroversial Ahok ini langsung menuai
kecaman dari berbagai pihak, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana
menentang keras rencana melegalisasi penjualan miras di DKI Jakarta. Alasannya,
dengan diperbolehkannya penjualan miras berarti semua bisa dengan mudah membeli miras termasuk
anak-anak di bawah umur. Sebagaimana dikutip di Republika Online (ROL),
Politisi yang akrab dipanggil Bang Sani ini mengatakan peredaran minuman keras
seperti saat ini saja sudah melanggar hukum.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 tahun
2013 miras masuk kategori barang dalam pengawasan pemerintah. Pengawasan untuk
pengadaan, peredaran dan penjualannya ada di pasal 3 ayat 3. Minuman dengan
kadar alkohol berapa pun hingga maksimal 55 persen di Perpres tersebut hanya boleh
dijual di hotel, bar, dan resto dengan persyaratan tertentu. Jadi, karena
pengaturannya ada di Perpres, maka Gubernur tidak boleh merubahnya. Kalau miras
itu legal dijual di Jakarta, berarti Perpes nomor 74 tahun 2013 telah dilanggar
Ahok. Pasalnya, dengan melegalkannya, miras bisa ditemui di mini market yang
dekat dengan sekolah dan rumah ibadah.
Anggota DPD DKI Jakarta Fahira Idris juga
menentang pernyataan Ahok. Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) ini bahkan
mengatakan, “Kalau memang Pak Ahok mau realisasikan rencananya itu di Jakarta,
kita akan lawan.” Kejadian di Garut dan Sumedang itu miras oplosannya diproduksi
secara massal. Jadi mereka yang meminum itu bukan mereka yang mengoplosnya. Bila
pemerintah melakukan pengawasan yang ketat sesuai perintah Perpres, masyarakat
pasti tidak berani mengoplos miras. Ini tentu karena penegakan hukum yang tidak
beres.
Bila kita lihat dan searching di google, tingkat
kriminalitas karena miras resmi (bukan oplosan) termasuk yang paling tinggi. Perusakan
akibat miras resmi dan oplosan tidak jauh berbeda, kalau minum miras oplosan langsung mati,
kalau minum miras resmi akan berpeluang menimbulkan kejahatan lainnya (pemerkosaan,
perampokan dan lain-lain yang terjadi akibat kesadaran menurun seteleh minum miras). Maka itu, sebenarnya melegalisasi miras sebagaimana
pernyataan Ahok justru akan menyuburkan tingkat kejahatan.
Pernyataan Ahok yang kontroversial ini bukan yang
pertama kalinya telah menimbulkan keresahan ditengah masyarakat. Setidaknya sudah
3 kali Ahok membuat wacana yang menimbulkan konflik khususnya dengan umat
Islam, yaitu :
1. Pelarangan berdagang hewan qurban ditepi jalan.
(Baca : Ahok Larang Jual Hewan Qurban)
2. Penghapusan aturan pengenaan seragam Muslim yang
selama ini selalu dikenakan siswa sekolah dasar dan menengah setiap hari Jumat.(Baca : Ahok, Bawahan dan Seragam Muslim)
3. Mengajukan pembubaran Ormas Front Pembela Islam
(FPI). (Baca : Ingin Bubarkan FPI, Ahok Surati Mendagri dan Menhukham).
Kalau dikumpulkan semua ulah Ahok selama menjadi
Plt Gubernur DKI Jakarta terus jadi Gubernur DKI Jakarta, setidaknya ini adalah
ulah Ahok yang keempat. Ini belum termasuk kebijakan kontroversinya menaikan
NJOP hampir 140%, masalah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan rencananya
menghapus dana operasional RT dan RW. Sepertinya Ahok sedang bermain taste the
water, yaitu melempar batu kedalam danau, lalu melihat apakah riak-riak
air di danau tersebut akan besar akibat dilempar batu. Jadi, bila dia
mewacanakan sebuah isu lalu tidak ada reaksi dari masyarakat khususnya kaum
muslimin, maka dia akan teruskan. Tapi kalau dia wacanakan isu tapi ada reaksi
keras dari masyarakat, dia tinggal minta maaf atau menyatakan “media salah
kutip.” Gampang kan jadi Gubernur….#
No comments:
Post a Comment