Tuesday, March 13, 2012

SUBSIDI BBM DAN KEGAGALAN CINTA : KAU YANG MULAI KAU YANG MENGAKHIRI

Saya masih ingat ketika akhir tahun 2010 lalu kirim sms ke salah satu anggota DPR, “Kenapa Pemerintah mulai merencanakan program pengaturan harga BBM bersubsidi untuk mobil pribadi lebih mahal dibanding harga untuk kendaraan umum.” Dalam benak saya kebijakan ini adalah diskriminasi dan tidak memenuhi rasa keadilan. Waktu itu saya punya sebuah mobil tua yang hanya dipakai sabtu minggu saja untuk jalan-jalan bersama keluarga. Tapi dengan kebijakan menaikan harga BBM dengan mengatur harga BBM untuk mobil pribadi lebih mahal, tentu akan sangat terasa menguras kantong dan dompet...):-

Ketika pada Akhir Desember 2010 menginjakan kaki pertama kali di Gedung Rakyat yang terhormat ini, saya masih merasa heran dengan rencana kebijakan yang rasanya sulit terwujud itu (dilihat dari kesiapan infrastruktur baik kemampuan kilang minyak dan kapasitas Pom Bensin). Namun melihat Pemerintah saat itu dengan tekadnya bersikeras untuk melaksanakan pengaturan BBM bersubsidi itu mulai 1 Januari 2011, muncul tanda tanya, apa sih gerangan yang ada dibelakang itu semua.

Ada sebuah Survey yang dilakukan Susenas dan Bank Dunia yang menyebutkan konsumsi BBM (Jenis Premium) lebih banyak dinikmati Mobil Pribadi dan Motor Pribadi. Presentasenya pun sangat fantastis, Mobil Pribadi menyerap 53% Premium, dan Motor melahap 40% Premium yang harganya disubsidi Pemerintah Rp.2.500 s.d Rp.4.000 per liternya. (Jadi, kalau harga yang sekarang dijual di Pom Bensin Rp.4.500/liter, harga sebenarnya adalah Rp.8.500/liter, dengan kata lain disubsidi Pemerintah sebanyak Rp.4.000/liter). Sisanya, hanya 7% yang dinikmati oleh kendaraan umum, angkutan pedesaan, kendaraan barang dan Usaha Kecil Menengah. Padahal mereka inilah yang seharusnya lebih berhak dapat subsidi (karena digunakan untuk kepentingan umum, dan dipakai oleh rakyat kecil kebanyakan). Ini toh alasannya…

Rencana Pemerintah ini kemudian dibahas di DPR. Namun saat itu (Awal Januari 2011), DPR menyimpulkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan mengingat pemerintah belum siap dengan infrastruktur pengaturan tersebut. Akhirnya disepakati penerapan pengaturan ditunda jadi tanggal 1 April 2011, sambil menunggu Pemerintah mempersiapkan pengaturan BBM ini mulai pada mekanisme pendistribusian, penambahan infrastruktur Pom Bensin, penyediaan dan uji coba teknologi pengaturan (smart card di Batam awal tahun 2011 dan RFID di Jakarta pertengahan tahun 2011). Tapi menjelang April 2011 Pemerintah mengajukan pengunduran jadwal pengaturan sampai akhir tahun 2011 dengan janji, bahwa pemerintah akan mempersiapkan infrastruktur pengaturan BBM bersubsidi sebaik mungkin dan mempersiapkan program konversi BBM ke BBG (Bahan Bakar Gas).

Saat pembahasan RAPBN 2012 pun (sekitar Bulan Agustus s.d Oktober 2011), Pemerintah masih terkesan percaya diri bahwa infrastruktur pengaturan BBM bersubsidi akan bisa tercapai di akhir tahun 2011, sehingga tahun 2012 sudah bisa dilaksanakan pengaturan. Bahkan pemerintah haqul yaqin dengan program konversi BBM ke BBG bisa dilaksanakan tahun April 2012. Pembicaraan terkait konverter kit (Alat yang dipakai untuk mengkonversi Tangki BBM agar bisa pakai BBG) bahkan sudah sampai pada bagaimana penyediaan konverter kit, dimana pemerintah menghendaki dibuat di dalam negeri. Kepercayaan diri ini berlangsung setidaknya sampai akhir tahun 2011.

Akan tetapi ketika memasuki awal tahun 2012 pemerintah mulai terlihat tidak percaya diri dengan program pengaturan BBM subsidi dan konversi BBM ke BBG. Pemerintah malah mulai melontarkan gagasan untuk menaikan harga BBM dengan argumentasi bahwa harga BBM dunia sudah diprediksi akan di atas USD 120. Suatu hal yang sangat mengejutkan, dan digagas tiba-tiba… Alasannya? Ini cara yang paling mudah untuk mengatasi harga minyak yang semakin melonjak.

Lalu muncullah pertanyaan-pertanyaan dalam diri saya, “Apakah dengan menaikan harga BBM ini akan menyelesaikan masalah? Mengapa Pemerintah mengambil langkah short cut yang hanya menyelesaikan masalah hanya dalam jangka pendek saja, sementara dalam jangka panjang sulit diharapkan mampu menuntaskan akar-akar permasalahannya.”

Jelas, kebijakan ini hanya tambal sulam saja, bila harga minyak naik, harga BBM dinaikan, bila harga minyak turun, harga BBM diturunkan… Terlalu Politis, dan tidak menyelesaikan masalah sampai ke akarnya.
.
Sedih…. menyaksikan Pemerintah yang tidak pernah serius menyelesaikan masalah BBM Bersubsidi ini. Padahal masalah ini sangat mempengaruhi hajat hidup rakyat banyak. Jengkel…. Melihat Kebijakan-kebijakan penting yang diambil Pemerintah hanya mempertimbangkan keuntungan posisi politik, 2014 lah, 2019 lah, tanpa melibatkan kepentingan masa depan bangsa…

Kemana tekad dan rencana yang sudah dikerjakan Pemerintah selama setahun lebih itu (sejak akhir tahun 2010). Apa yang selama ini dikerjakan sehingga masih merasa belum siap, dan akhirnya mundur mengakhiri sendiri rencananya… seperti kata syair lagu Kegagalan Cinta Rhoma Irama, “Kau yang mulai, Kau juga yang mengakhiri…” (Azf)

No comments: