Monday, October 26, 2009

TAK KENAL, MAKA ..... KENALAN

(Profil ini dikutip dari salah satu buku Adhi Azfar)

Adhi Azfar lahir di Jakarta, 26 Oktober 1976. Sejak kecil Adhi sering ikut belajar ngaji dengan nenek dan kakeknya, Alm Hj.Nurjannah Djamil & Alm KH.Muhammad Djamil Muda (semoga Allah merahmati mereka) yang keliling dari Masjid ke Masjid di daerah Pulo Asem, Rawamangun, Jakarta. Kebetulan juga sang kakek menjadi Ketua Majelis Tarjih PW Muhammadiyyah, sehingga dapat dijadikan tempat bertanya.

Kedua orang tuanya adalah aktifis di berbagai organisasi keislaman. Ayahnya, Drs.H.Azian Tamin adalah aktifis Partai Politik Islam, Masyumi Baru pada awal era Reformasi. Ibunya, Dra.Hj.Farida Tandjung juga aktif di Ranting Aisyah di Jakarta Timur. Sang Ibu inilah yang selalu mengikutkan Adhi untuk pengajian, perlombaan-perlombaan Islami, dan sebagainya, sehingga Adhi merasa seperti “nyantri” di rumah sendiri.

Pesantren di rumah sendiri ini ternyata membawa pengaruh besar dalam pergaulan sehari-hari di Sekolah dan di Kampus. Adhi dipercaya menjadi Ketua ROHIS (Rohani Islam) SMP 99 Jakarta, Pemimpin Redaksi Buletin Dakwah “Robbaniyyin” SMU 68 Jakarta, dan Ketua ROHIS Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Sekarang, sebagai seorang karyawan swasta, rekan-rekan di kantor memberikan kepercayaan kepada Sarjana Teknik Kimia UI ini untuk memimpin ROHIS PT. Inkote Indonesia, Bekasi, Jawa Barat.

Pada tahun 2000, lingkungan perumahan Adhi menghadapi “musibah” besar. Ada seorang muslim yang murtad (keluar dari Islam) saat ditawarkan sejumlah beras dan indomie. Kekurangan harta sejak krisis ekonomi tahun 1998 telah banyak memakan korban umat Islam yang rendah imannya.

Untuk menyelamatkan mereka yang kekurangan, Adhi bersama teman-teman Remaja Masjid membentuk organisasi keislaman yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, infaq dan shadaqoh. Organisasi ini kemudian dinamakan Yayasan Munashoroh. Belakangan Yayasan ini membuka cabang di Propinsi Jawa Barat dan Banten, nama Yayasan pun ditambahkan menjadi Yayasan Munashoroh Indonesia. Adhi sendiri di percaya menjadi Direktur Eksekutif Yayasan tersebut.

Sejak saat itu Adhi sangat tertarik dalam menggagas ide dan pemikiran untuk membangkitkan semangat kaum dhuafa dan menggugah hati nurani orang-orang yang 'ditakdirkan' kaya raya. Buku pertamanya, Hidup Jadi Mudah dengan Zakat (terbitan Athoillah Press, 2006) adalah buah karya dari hasil dialognya dengan beberapa orang dermawan dan kaum fakir miskin.

Insya Allah, dalam waktu dekat ini akan terbit buku keduanya, berjudul Menjadi Orang Kaya yang Berkah. “Tak perlu menunggu kaya raya untuk bisa berbuat banyak,” demikian kaidah yang mengalir dalam darahnya. Adhi mengaku bahwa ada kawannya yang memiliki semboyan “Kalau mau berbuat banyak, harus jadi orang kaya dulu.” Semboyan ini sebenarnya sangat berbahaya, karena mengandung makna : kalau belum kaya, berarti belum berbuat, kalau nggak kaya-kaya, tak akan pernah berbuat apa-apa, padahal seharusnya kita bisa lebih banyak berbuat banyak. Seorang Pahlawan Nasional, Mohammad Natsir pernah berkata, “Hindari KESALAHAN BESAR, yakni kesalahan TIDAK BERBUAT APA-APA. Mulailah dari APA yang ADA, karena yang ada itu LEBIH DARI CUKUP untuk MEMULAI PEKERJAAN”

Adhi juga menulis artikel di media cetak dan elektronik, memimpin redaksi Buletin Munashoroh, dan menjadi pemenang ke-III lomba menulis artikel, pada MUNAS DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tahun 2005, bertema gagasan dan pemikiran untuk kebangkitan politik Islam. Dia berharap semoga semua ini menjadi amal sholeh yang akan mengantarkannya menuju ridho dan syurga-Nya kelak.

Suka duka hidup sendiri ia akhiri pada tanggal 28 Oktober 2001. Lewat pernikahannya dengan Lisda Warastuti, Adhi dikaruniai tiga buah hati, Muthia, Mujadid dan Musyafa, yang sering dipanggil M-1, M-2 dan M-3.

No comments: