Paket
Kebijakan Ekonomi yang diterbitkan pemerintah sejak September 2015, salah
satunya adalah kebijakan deregulasi tentang Tata Kelola Gas Bumi. Kebijakan ini
akan tertuang dalam Perpres pada Oktober-November 2015 ini, dimana salah satu
yang akan diatur adalah pembentukan badan penyangga atau agregator gas. Agregator
gas ini akan berperan menjamin ketersediaan pasokan, melakukan agregasi harga
dari beragam pasokan, membangun infrastruktur, mengembangkan permintaan dan
mengelola portofolio gas untuk disalurkan ke berbagai segmen pelanggan. Fungsi
utamanya adalah penyampur harga-harga gas (mix pricing) yang dikirim
dari sumber gas yang berbeda-beda, sehingga nantinya harga hasil mix
pricing ini bisa mengurangi disparitas harga gas industri antardaerah di
Indonesia.
Regulasi
harga gas saat ini sangat mendesak untuk diterbitkan mengingat UU yang ada saat
ini (UU no.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi) bernuansa liberal sehingga
membuat industri nasional kekurangan pasokan gas, infrastruktur tidak terbangun,
harga antar wilayah tidak seragam, dan bauran energi memburuk. Pembentukan Agregator
Gas perlu memperhatikan peran dan dampaknya dalam struktur industri gas, upaya
menyeragamkan harga gas sebagaimana skema gas
pool price yang diwacanakan pemerintah, serta jenis aggregator seperti apa
yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Skema
pembentukan harga gas pool price ini
akan mengatur harga gas, sehingga terbentuk formula harga dari beli hingga di jual
ke konsumen. Dengan skema ini harga gas diseluruh wilayah Indonesia dan
berbagai segmen industri tidak akan jauh berbeda. Kehadiran Agregator Gas ini
dapat meminimalisir persaingan yang tak sehat dalam hal penjualan gas bumi
serta untuk menyeimbangkan antara jumlah pasokan dengan kebutuhan gas di setiap
wilayah Indonesia. Agregator Gas atau Badan Penyangga ini dapat meminimalisir
para pedagang atau trader yang tak memiliki fasilitas pipa namun mendapat
keuntungan dari bisnis ini. Selama ini UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas
memberlakukan prinsip open access atas seluruh infrastruktur pipa gas yang ada
di tanah air untuk dapat digunakan oleh pihak manapun, selama membayar toll fee
atau access fee kepada perusahaan pemilik pipa.
Secara
sederhana, konsep agregator gas ini prakteknya dapat dilakukan oleh badan
penyangga yang akan membeli gas lebih dulu sebelum dijual ke konsumen akhir. Ada
3 jenis Agregator Gas, yaitu dari sisi pasokan, permintaan dan
pasokan-permintaan. Bila yang dipilih Agregator Gas Pasokan, maka Badan
Penyangga ini akan mengidentifikasi potensi pasokan domestik sekaligus berperan
sebagai importir tunggal, namun dalam penyaluran gas ke pengguna harus
dilakukan mekanisme kompetisi terhadap pedagang dan distributor gas.
Bila
yang dipilih Agregator Gas konsumen, maka Badan Penyangga ini akan menjamin
optimalisasi portofolio pengguna melalui agregasi atas perbedaan kemampuan
membayar pengguna antara wilayah di Indonesia, termasuk mengagregasi perbedaan
biaya infrastruktur antar wilayah. Sedangkan dalam Agregator Gas
pasokan-konsumen, berperan menjalankan kedua fungsi agregasi yaitu jaminan
pasokan dan pemanfaatan gas untuk konsumen.
Untuk
permasalahan gas yang ada di Indonesia yang multi probem, maka Agregator Gas
pasokan-konsumen ini lebih cocok diterapkan. Industri gas nasional saat ini
lebih bermasalah dalam peningkatan pemanfaatan gas dibanding ketersediaan
pasokan, maka titik berat peran badan ini adalah pemanfaatan gas. Dilihat dari
tugas dan perannya yang krusial, maka Agregator Gas ini selayaknya diberikan
kepada BUMN, yaitu PGN (bila konsepya dititikberatkan pada upaya meningkatkan
manfaat dan mengakomodir kebutuhan serta konsumen gas), atau Pertamina (bila
difokuskan pada mengakomodir ketersediaan pasokan di sejumlah wilayah), atau
bisa kedua-duanya baik PGN maupun Pertamina, dengan membagi kewenangan pada wilayah
kerja masing-masing. Kedua BUMN tersebut bisa bersinergi dalam hal
menyeimbangkan jumlah pasokan dan ketersedian, demi menyeragamkan harga jual
gas bumi di dalam negeri yang selama ini masih berbeda-beda.
Konsep Agregator Gas ini akan mempercepat pembangunan infrastruktur
khususnya di sektor gas, karena akan diwajibkan seluruh pelaku usaha yang
bergerak di bidang jual-beli gas bumi untuk membangun fasilitas infrastruktur
berupa pipa penyaluran. Jika tidak, maka pemerintah tidak akan menyetujui
perusahaan yang bersangkutan menjalankan bisnis gas tersebut. Namun perlu juga melakukan pengetatan
bisnis gas bumi di tanah air untuk menekan tingginya harga gas dan disparitas
harga gas antar wilayah. Hal ini disebabkan banyak perusahaan di Indonesia yang
berbisnis gas hanya bermodalkan ‘kertas’ namun tidak memiliki infrastruktur
penyaluran gas, perusahaan-perusahaan ini diperbolehkan menjual gas pipa dengan
harga yang berkali-kali lipat tingginya. #
No comments:
Post a Comment