Friday, November 06, 2015

Beri Kepercayaan Kepada BUMN Sebagai Agregator Gas



Paket Kebijakan Ekonomi yang diterbitkan pemerintah sejak September 2015, salah satunya adalah kebijakan deregulasi tentang Tata Kelola Gas Bumi. Kebijakan ini akan tertuang dalam Perpres pada Oktober-November 2015 ini, dimana salah satu yang akan diatur adalah pembentukan badan penyangga atau agregator gas. Agregator gas ini akan berperan menjamin ketersediaan pasokan, melakukan agregasi harga dari beragam pasokan, membangun infrastruktur, mengembangkan permintaan dan mengelola portofolio gas untuk disalurkan ke berbagai segmen pelanggan. Fungsi utamanya adalah penyampur harga-harga gas (mix pricing) yang dikirim dari sumber gas yang berbeda-beda, sehingga nantinya harga hasil mix pricing ini bisa mengurangi disparitas harga gas industri antardaerah di Indonesia.
Regulasi harga gas saat ini sangat mendesak untuk diterbitkan mengingat UU yang ada saat ini (UU no.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi) bernuansa liberal sehingga membuat industri nasional kekurangan pasokan gas, infrastruktur tidak terbangun, harga antar wilayah tidak seragam, dan bauran energi memburuk. Pembentukan Agregator Gas perlu memperhatikan peran dan dampaknya dalam struktur industri gas, upaya menyeragamkan harga gas sebagaimana skema gas pool price yang diwacanakan pemerintah, serta jenis aggregator seperti apa yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Skema pembentukan harga gas pool price ini akan mengatur harga gas, sehingga terbentuk formula harga dari beli hingga di jual ke konsumen. Dengan skema ini harga gas diseluruh wilayah Indonesia dan berbagai segmen industri tidak akan jauh berbeda. Kehadiran Agregator Gas ini dapat meminimalisir persaingan yang tak sehat dalam hal penjualan gas bumi serta untuk menyeimbangkan antara jumlah pasokan dengan kebutuhan gas di setiap wilayah Indonesia. Agregator Gas atau Badan Penyangga ini dapat meminimalisir para pedagang atau trader yang tak memiliki fasilitas pipa namun mendapat keuntungan dari bisnis ini. Selama ini UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas memberlakukan prinsip open access atas seluruh infrastruktur pipa gas yang ada di tanah air untuk dapat digunakan oleh pihak manapun, selama membayar toll fee atau access fee kepada perusahaan pemilik pipa.
Secara sederhana, konsep agregator gas ini prakteknya dapat dilakukan oleh badan penyangga yang akan membeli gas lebih dulu sebelum dijual ke konsumen akhir. Ada 3 jenis Agregator Gas, yaitu dari sisi pasokan, permintaan dan pasokan-permintaan. Bila yang dipilih Agregator Gas Pasokan, maka Badan Penyangga ini akan mengidentifikasi potensi pasokan domestik sekaligus berperan sebagai importir tunggal, namun dalam penyaluran gas ke pengguna harus dilakukan mekanisme kompetisi terhadap pedagang dan distributor gas.
Bila yang dipilih Agregator Gas konsumen, maka Badan Penyangga ini akan menjamin optimalisasi portofolio pengguna melalui agregasi atas perbedaan kemampuan membayar pengguna antara wilayah di Indonesia, termasuk mengagregasi perbedaan biaya infrastruktur antar wilayah. Sedangkan dalam Agregator Gas pasokan-konsumen, berperan menjalankan kedua fungsi agregasi yaitu jaminan pasokan dan pemanfaatan gas untuk konsumen.
Untuk permasalahan gas yang ada di Indonesia yang multi probem, maka Agregator Gas pasokan-konsumen ini lebih cocok diterapkan. Industri gas nasional saat ini lebih bermasalah dalam peningkatan pemanfaatan gas dibanding ketersediaan pasokan, maka titik berat peran badan ini adalah pemanfaatan gas. Dilihat dari tugas dan perannya yang krusial, maka Agregator Gas ini selayaknya diberikan kepada BUMN, yaitu PGN (bila konsepya dititikberatkan pada upaya meningkatkan manfaat dan mengakomodir kebutuhan serta konsumen gas), atau Pertamina (bila difokuskan pada mengakomodir ketersediaan pasokan di sejumlah wilayah), atau bisa kedua-duanya baik PGN maupun Pertamina, dengan membagi kewenangan pada wilayah kerja masing-masing. Kedua BUMN tersebut bisa bersinergi dalam hal menyeimbangkan jumlah pasokan dan ketersedian, demi menyeragamkan harga jual gas bumi di dalam negeri yang selama ini masih berbeda-beda.
Konsep Agregator Gas ini akan mempercepat pembangunan infrastruktur khususnya di sektor gas, karena akan diwajibkan seluruh pelaku usaha yang bergerak di bidang jual-beli gas bumi untuk membangun fasilitas infrastruktur berupa pipa penyaluran. Jika tidak, maka pemerintah tidak akan menyetujui perusahaan yang bersangkutan menjalankan bisnis gas tersebut. Namun perlu juga melakukan pengetatan bisnis gas bumi di tanah air untuk menekan tingginya harga gas dan disparitas harga gas antar wilayah. Hal ini disebabkan banyak perusahaan di Indonesia yang berbisnis gas hanya bermodalkan ‘kertas’ namun tidak memiliki infrastruktur penyaluran gas, perusahaan-perusahaan ini diperbolehkan menjual gas pipa dengan harga yang berkali-kali lipat tingginya. #

No comments: