Tuesday, October 08, 2013

Telaah Artikel


Perbedaan Argumentasi dalam Artikel Stephan Klasen
DETERMINANTS OF PRO-POOR GROWTH
 

Artikel 4 halaman yang ditulis Professor Ekonomi Univerity of Gottingen Germany, Stephan Klasen pada Bulan Oktober 2007, adalah satu dari banyak tulisan yang membicarakan permasalahan dan kebijakan pengentasan kemiskinan dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi. Dari berbagai tulisan tersebut, artikel Klasen ini telah menjadi referensi oleh berbagai pihak baik lewat seminar maupun diskusi.

Perdebatan argumentasi yang cukup populer terkait pro-poor growth (pertumbuhan yang memihak orang miskin) di picu oleh artikel Growth is Good for The Poor yang ditulis David Dollar dan Aart Kraay (2002). Dua ekonom Bank Dunia itu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh besar dalam perang kemiskinan global. Dalam studinya disebutkan bahwa sejak 40 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi global ternyata berbanding lurus (satu berbanding satu) dengan kenaikan pendapatan kelompok miskin.  Hasil ini kemudian memunculkan pertanyaan apakah konsep pro-poor growth sebenarnya dapat saja direduksi menjadi sekadar pro-growth. Ternyata kedua ekonom itu menjawab tidak, karena sekadar pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk memperbaiki kondisi kehidupan orang miskin.

Hal ini sedikit berbeda dengan argumentasi Klasen yang menyebutkan “Tingginya tingkat
pro-poor growth dapat dicapai dengan menghasilkan tinggi
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.” “As the discussion so far has suggested, high rates of pro-poor growth can be achieved by generating high overall growth from which the poor benefit, by achieving pro-poor distributional change, or both.” (Halaman 2).

Klasen juga menyebutkan bahwa kelompok miskin akan memperoleh keuntungan lebih dari pertumbuhan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain, yang jelas-jelas berbeda dengan yang diungkap Dollar dan Kraay dalam argumentasinya yang menyatakan satu berbanding satu.
 
Studi lain yang berbeda dengan Klasen terjadi di beberapa negara. Dalam penelitian di Kosta Rika dan beberapa Negara Afrika, Louise Lopez dan John Page, misalnya menunjukkan pertumbuhan bisa berjalan paralel dengan pemerataan atau sebaliknya memperbesar kesenjangan.

Posisi lain yang berseberangan juga ditunjukkan Surjit Bhalla dalam buku Imagine There’s No Country-Poverty, Inequality,and Growth in the Era of Globalization (2002) yang menyatakan bahwa sepanjang 1980 hingga 2000, pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah mengurangi perbedaan penghasilan.

Lebih jauh lagi, penentu pro-poor growth yang ditulis Klasen belum memperhatikan berbagai dimensi kemiskinan, seperti konflik kekerasan, buruknya kondisi lingkungan hidup serta membangun social security. Ini merupakan kelemahan metodologi mengenai ukuran-ukuran kemiskinan. Klasen hanya menyebutkan Peningkatan Produktifitas di sektor Makanan, menurunkan kesenjangan regional, kelompok yang tidak beruntung dan gender, serta peningkatan asset kaum miskin dan komitmen kebijakan politik.

Hal ini mengakibatkan artikel dan diskusi-diskusi terkait kebijakan pertumbuhan ekonomi yang pro-poor hanya sebuah retorika dan public relation saja. Sekedar ingin terlihat saja, belum menyentuh substansi yang sesungguhnya dan belum muncul menjadi sebuah ideologi yang sepenuhnya, yaitu Ideologi Pro-Poor Growth.#

No comments: