Wednesday, April 13, 2011

Indonesia Hari Ini

Menghargai Kesalahan

Ada seorang bocah berusia sekitar 5 tahun yang sangat cerdas. Saking cerdasnya, dia jadi bandel (biasa, namanya juga anak-anak). Suatu ketika ia mencorat-coret mobil Ayahnya. Lalu sang Ayah pulang, dan kaget melihat mobil “kesayayangannya” tercorat-coret.

Dengan gemuruh amarahnya yang sudah meledak-ledak, sang Ayah seperti kesetanan, anak kandungnya sendiri dipukuli hingga tangan si anak terluka, berdarah. Berselang dua hari, karena luka si anak tidak diobati dengan baik, bocah 5 tahun itupun meriang, badannya panas. Yang mengherankan, geram si Ayah belum juga reda, si anak hanya diantar pembantu ke Dokter.

Meski dokter sudah menyatakan luka si anak telah infeksi, tensi marah sang Ayah belum sepenuhnya reda. Baru setelah dua minggu, sang Ayah akhirnya bersedia mengantar anaknya ke Dokter. Namun apa jadinya, luka di tangan si anak ternyata sudah membusuk, dan Dokter pun mengambil keputusan yang memilukan hati, “Tangan anak ini harus di Amputasi.”

Kesalahan. Kekeliruan. Kekhilafan. Ini sebenarnya hal lazim dilakukan keturunan Adam. Manusia tak luput dari kesalahan. Seorang siswa yang mengikuti Ujian, juga memiliki kesalahan. Kalau salahnya 1, dia akan dapat nilai 9. Salah 4 berarti nilainya 6 (bila jumlah soalnya 10).

Ada sistem yang mengatur hukuman untuk sebuah kesalahan. Tidak terlalu berlebihan, dan tidak menyepelekan. Kalimat bijaknya, kita harus proporsional menghakimi kesalahan.Proporsionalitas dalam Islam adalah menghukum cambuk seorang pezina (bila ia belum menikah). Namun bila ia sudah menikah, hukumannya adalah Rajam sampai mati.

Hukuman yang diterima bocah 5 tahun itu, tentulah tidak sebanding dengan tingkat kesalahannya. Si bocah jadi kehilangan masa depannya. Sungguh teganya. Sama halnya dengan kasus yang sekarang tengah hangat jadi konsumsi publik, seorang anggota DPR membuka video porno saat sidang paripurna. Eloknya, hukuman yang tepat pula kita alamatkan kepadanya. Bila ia benar-benar membuka video asusila itu dari file foldernya (seperti foto-foto yang terpajang dimedia masa yang perlu diteliti juga keasliannya), tentu ini adalah Kerusakan moral. Tapi kalau ia tidak sengaja melihat video tersebut dari link emailnya , berarti ini sekedar pelanggaran asas kepatutan dan kode etik DPR. Tidak perlu membunuh karakternya, apalagi meniadakan jasa-jasanya.#

No comments: